Zulaiha Rohwiyani Kharismawati*
Manusia hidup tidak akan lepas dari perasaan kecewa. Adanya rasa kecewa ini karena tidak terwujudnya keinginan atau harapan seseorang pada kenyataan hidup. Rasa kecewa yang dibiarkan akan menjadi penyakit hati dan menyebabkan terganggunya pikiran dan jiwa seseorang. Oleh karena itu, seseorang harus menghilangkan rasa kecewanya dan tidak terlalu lama memendamnya. Cara tepat untuk menghilangkan rasa kecewa adalah dengan mensyukuri apa yang telah Allah berikan pada kita.
Rasa syukur adalah ungkapan terimakasih kepada Allah atas rasa atau nikmat yang diberikan, Nikmat bisa berarti segala sesuatu yang ada pada seseorang. Dalam Psikologi rasa Syukur sering disebut dengan gratitude berasal dari Bahasa latin grace, gratefullnes, graciousness. Allah berfirman dalam QS. Ibrahim ayat 7, “(ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “ Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari ( nikmat-Ku ), sesungguhnya ahzab-Ku benar-benar sangat keras”.
Manusia adalah makhluk yang senantiasa membutuhkan nikmat dari Allah. Nikmat sendiri bisa berupa nikmat sehat, nikmat sempat, harta, keluarga, ilmu dan lain sebagainya. Namun, tidak semua orang bisa bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, mereka justru ingkar dan tidak mau mensyukuri nikmat tersebut.
Banyak sekali orang yang sudah diberi kenikmatan oleh Allah tapi tidak menyadari atas kenikmatan tersebut, mereka lebih memilih untuk melanjutkan kemaksiatannya daripada bertobat dan mensyukuri apa yang telah Allah berikan untuknya. Dalam Islam, hal ini biasa disebut dengan istidraj. Apa itu istidraj? Istidraj adalah ungkapan untuk orang yang ingkar kepada Allah tetapi mereka masih diberikan kenikmatan oleh Allah. Jadi, jika seseorang yang melakukan maksiat seperti tidak mau sholat, meninggalkan puasa, tetap tenang ketika bermaksiat, bangga dengan apa yang dimiliki, mengentengkan perintah Allah tapi masih diberi harta melimpah, kelancaran dalam melakukan sesuatu, tidak pernah sakit dan tidak tertimpa musibah maka itulah yang dimaksudkan dengan istidraj.
Beberapa contoh orang yang selalu mengingkari nikmat yang diberikan adalah orang yang tidak bersyukur dan tidak menghargai nikmat tersebut, mereka bersikap remeh, lupa dan bangga atas diri mereka sendiri. Misalnya, selalu merasa tidak puas dengan apa yang sudah diraihnya, tidak bersyukur karena telah diberikan kesehatan, dan merasa kaya karena usahanya sendiri tanpa bantuan dari Allah . Mereka terlalu asyik dengan kehidupan dunia sehingga lupa akan tujuan utama kehidupan di dunia ini, yaitu beribadah kepada allah dan berbuat baik kepada sesama makhluk (amar ma’ruf nahi munkar).
Faktor Penyebab Seseorang Ingkar
Seseorang bisa berbuat ingkar disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya. Berikut adalah beberapa faktor penyebab seseorang berbuat ingkar ; 1) Faktor Internal. Kurangnya pemahaman tentang agama sehingga membuatnya mudah terjerumus pada perbuatan ingkar, seseorang yang memiliki iman yang lemah akan mudah terjebak pada godaan setan dan hawa nafsunya, dan bersikap takabur adalah orang yang merasa dirinya lebih baik daripada orang lain dan sulit untuk meneima kebenaran dari Allah; 2) Faktor Eksternal. Dalam hal ini faktor lingkungan sangatlah berpengaruh pada keimanan seseorang karena jika seseorang tinggal di lingkungan penuh maksiat maka dia bisa saja ikut terbawa jika keimanannya tidak kokoh. Media masa dapat menjerumuskan seseorang kepada perbuatan ingkar jika konten-konten yang ditonton berisikan hal-hal negatif.
Upaya Mencegah Perbuatan Ingkar
Seseorang melakukan perbuatan ingkar disebabkan oleh beberapa faktor, maka dari itu perlu upaya untuk mencegah perbuatan ingkar.
Dampak yang Ditimbulkan Dari Gratitude (Syukur)
Jika seseorang akan senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang diberikan, maka rasa syukur itu memiliki banyak manfaat yang ditimbulkan pada diri seorang yang bersyukur, di antaranya 1) Dari sisi psikologis: meningkatnya kebahagiaan dan kepuasan terhadap kehidupan, menurunkan stress dan kecemasan, meningkatkan rasa kepercayaan diri dan harga diri, Meningkatkan empati , dan Meningkatkan kreativitas dan produktif. 2) Dari sisi kesehatan fisik berupa memiliki tidur yang tenang, menurunkan tekanan darah, menurunkan resiko penyakit jantung, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. 3) Dari sisi keagamaan berupa menambah nikmat, mendatangkan keridhoan. Bersyukur adalah salah satu amalan yang dicintai oleh Allah . Jika seseorang melakukan amalan yang dicintai oleh Allah maka Allah akan meridhoinya.
Cara Memupuk Rasa Syukur
Sebagai manusia yang dibekali oleh pikiran dan perasaan, maka manusia perlu untuk senantiasa bersyukur kepada Allah. Agar memperkuat rasa bersyukur kita kepada Allah, maka diperlukan beberapa cara agar rasa syukur itu tetap tertanam yaitu 1. menuliskan jurnal rasa syukur (setiap hari, berawal dari bangun tidur hingga akan tidur lagi tulis apapun, sekecil apapun yang telah Allah berikan pada kita dan selipkan kata syukur dari apa yang telah kita tulis), 2. Mindfullnes (perhatikan momen-momen sederhana yang kita alamni dan belajar menikmatinya. Memikirkan bahwa hal tersebut patut untuk di syukuri), 3. Bermediasi syukur (meluangkan waktu untuk berdiam diri dan berfokus pada hal-hal baik dalam diri kita. Apa yang ada dalam kehidupan kita belum tentu semua orang memilikinya), 4. Membantu orang lain (berbuat baik kepada orang lain dapat meningkatkan rasa syukur dan meningkatkan kepuasan diri kita), 5. Memikirkan hal-hal positif (selalu pikirkan hal-hal positif yang mungkin sering kita baikan dan kita anggap sepele, bisa jadi hal-hal tersebut adalah perbuatan yang harusnya kita syukuri)
Psikologi Akhlak dan Gratitude
Psikologi akhlak melihat bagaimana psikologi berinteraksi dengan moral, spiritual, dan etis. Psikologi akhlak meneliti mekanisme psikologis yang membentuk perilaku bersyukur dan bagaimana hal itu berdampak pada akhlak seseorang. Studi ini melihat faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi rasa syukur dan kebiasaan yang dapat meningkatkannya.
Psikologi akhlak menyelidiki mekanisme psikologis yang bertanggung jawab atas perilaku yang bersyukur. Menurut beberapa penelitian, bersyukur dapat meningkatkan aktivitas di area otak yang terkait dengan emosi positif, penghargaan, dan empati. Ini dapat menjelaskan mengapa bersyukur dikaitkan dengan akhlak yang mulia, kebahagiaan, dan kepuasan hidup.
Secara keseluruhan, dari perspektif psikologi akhlak, rasa syukur sangat penting untuk kesejahteraan psikologis, pengembangan akhlak yang baik, dan kehidupan sosial yang harmonis. Memahami perspektif ini dapat mendorong orang untuk melakukan hal-hal yang baik untuk diri mereka sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Rasa kecewa yang muncul akibat ketidakwujudan harapan dan keinginan. Kekecewaan yang dibiarkan terus-menerus dapat menjadi penyakit hati, mengganggu jiwa dan pikiran seseorang. Oleh karena itu, penting untuk mengatasi rasa kecewa dengan cara yang tepat, dan salah satu caranya adalah melalui rasa syukur.
Rasa syukur merupakan ungkapan terima kasih kepada Allah atas segala nikmat yang diberikan. Ayat dalam Al-Quran menegaskan bahwa bersyukur akan mendatangkan tambahan nikmat dari Allah, sementara ingkar dapat berujung pada azab yang keras. Manusia perlu menyadari nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah, seperti kesehatan, keluarga, harta, dan ilmu.
Dampak dari rasa syukur sangat positif, baik dari sisi psikologis, kesehatan fisik, maupun keagamaan. Rasa syukur dapat meningkatkan kebahagiaan, menurunkan stres, dan memperkuat sistem kekebalan tubuh. Selain itu, bersyukur juga mendatangkan keridhoan Allah, menolak musibah, dan mendatangkan pahala.
Untuk memupuk rasa syukur, manusia dapat melibatkan diri dalam aktivitas seperti menuliskan jurnal rasa syukur, mempraktikkan mindfulness, bermeditasi, membantu orang lain, dan memikirkan hal-hal positif. Psikologi akhlak mendukung pandangan bahwa bersyukur dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis, mengembangkan akhlak yang baik, dan menciptakan kehidupan sosial yang harmonis. Dengan menghargai nikmat yang diberikan oleh Allah, manusia dapat mencapai kebahagiaan, kedamaian jiwa, dan keberlanjutan akhlak yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
*Mahasiswa Psikologi Islam UIN Raden Mas Said Surakarta