12 October 2025

Praktikum Psikoterapi Islam: Mahasiswa Psikologi Islam UIN Raden Mas Said Surakarta Ajak Ibu PKK “Ngrasakke Rasane Liyan” Lewat Dzikir dan Meditasi Psikospiritual

Surakarta, 12 Oktober 2025 — Program Studi Psikologi Islam Fakultas Ushuluddin dan Dakwah UIN Raden Mas Said Surakarta melaksanakan kegiatan praktikum mata kuliah Psikoterapi Islam di Balai Desa Jogongan, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo. Kegiatan praktikum ini mengusung tema “Penguatan Spiritualitas: Ngrasakke Rasane Liyan Melalui Praktik Psikospiritual dan Dzikir Meditasi” dan dihadiri oleh dosen pengampu, Sidiq Rahmadi, M.Psi., mahasiswa peserta praktikum, serta 45 ibu-ibu PKK RT 04/RW 05 Desa Jogongan. Tujuan kegiatan adalah mengajak masyarakat, khususnya para ibu PKK, untuk menumbuhkan empati dan kesadaran diri melalui pendekatan psikospiritual berbasis nilai-nilai Islam. Melalui dzikir dan meditasi yang dipandu oleh mahasiswa, peserta diajak merasakan kedamaian batin sekaligus memaknai pentingnya “merasakan apa yang dirasakan orang lain” (ngrasakke rasane liyan) dalam kehidupan sosial sehari-hari.

Annisa Nur Hidayah bertugas sebagai moderator, sementara dua mahasiswi, Fambaul Fadilah dan Adila Mufidah, menjadi pemateri utama pada sesi awal. Mereka membuka kegiatan dengan menguraikan makna luhur sosok ibu dari tiga dimensi: psikologis, spiritual, dan kearifan Jawa. Sosok ibu digambarkan sebagai sumber keseimbangan dan kasih, bukan sekadar pengasuh rumah tangga, melainkan pusat kehidupan yang menjaga harmoni batin keluarga. Pemaparan itu membawa suasana menjadi reflektif dan menyentuh. Beberapa peserta terlihat menyeka air mata, seolah diingatkan kembali pada makna terdalam dari peran mereka sebagai ibu.

Dalam sambutannya, Sidiq Rahmadi menegaskan bahwa tema “ngrasakke rasane liyan” diangkat sebagai bentuk keprihatinan terhadap fenomena sosial yang mengikis nurani manusia. Ia menyebut bahwa, di tengah arus kehidupan modern yang serba cepat, kepekaan terhadap sesama semakin pudar. Manusia sering terjebak dalam kebiasaan maido (mencela), nanding sariro (membandingkan diri), dan ngukur sariro (menuntut orang lain sesuai kehendak pribadi). Padahal, esensi empati sejati justru lahir dari tepa selira — kemampuan menimbang perasaan orang lain sebelum berucap dan bertindak.

Dari kesadaran inilah, kata Sidiq, praktik dzikir dan meditasi menjadi salah satu sarana untuk melatih mawas diri (memahami diri dengan jujur — baik kelebihan, kekurangan, maupun keterbatasan). Puncaknya adalah mulat sarira yang menumbuhkan kesadaran spiritual, sehingga membentuk identitas diri terdalam. 

Setelah sesi pemaparan materi, para peserta dibimbing memasuki tahap meditasi dan dzikir. Ruangan balai desa disulap menjadi tempat yang khidmat. Para ibu duduk berbaris rapi seperti saf salat, diiringi lantunan musik lembut. Sidiq Rahmadi memandu mereka menarik napas perlahan sambil melafalkan Surah Al-Fatihah dengan penuh kesadaran. Selama lima belas menit, suasana menjadi hening dan sakral. Beberapa peserta menutup mata, meneteskan air mata, dan tampak melepas beban emosional yang selama ini tertahan.

Salah satu peserta, Ibu Harayu, menceritakan pengalamannya setelah sesi tersebut. Ia berkata dengan suara bergetar, “Meditasi tadi membuat saya tenang, rileks, dan netral. Rasanya semua beban hilang.” Ungkapan sederhana itu mencerminkan kekuatan nyata dari praktik dzikir meditasi dalam menumbuhkan kedamaian batin. Melalui keheningan dan kesadaran diri, para ibu seolah menemukan kembali ruang damai dalam diri mereka sendiri.

Kesan serupa juga datang dari Ketua PKK setempat, Ibu Susinowati. Ia mengaku kegiatan ini merupakan hal baru dan sangat bermanfaat bagi para ibu di lingkungannya. “Biasanya kegiatan PKK diisi hal-hal ringan, tapi kali ini kami mendapat pengalaman yang menyentuh hati. Banyak ibu-ibu yang merasa plong dan tenang setelah meditasi. Kalau bisa, kegiatan seperti ini diadakan lagi,” ujarnya penuh semangat.

Ketua panitia, Rafindra Farouq, menyampaikan bahwa kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang penerapan teori, tetapi juga bentuk pengabdian dan pembelajaran bagi mahasiswa untuk menghidupkan nilai-nilai empati dan spiritualitas dalam tindakan nyata. Menurutnya, Psikologi Islam bukan hanya berbicara tentang konsep, tetapi bagaimana ilmu itu dapat hadir dan bermanfaat bagi masyarakat. “Kami ingin mahasiswa belajar tidak hanya memahami teori, tetapi menghidupi nilai empati dan spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari. Inilah makna sejati dari Ngrasakke Rasane Liyan,” ujarnya.

Kegiatan yang diakhiri dengan doa bersama itu meninggalkan kesan mendalam bagi semua yang hadir. Banyak peserta yang tampak lebih ringan, tenang, dan bahagia. Di balik kesederhanaannya, kegiatan ini diharapkan menyalakan kembali cahaya empati dan spiritualitas di tengah rutinitas yang sering melelahkan. Program praktikum mahasiswa Psikologi Islam ini menjadi bukti nyata bahwa ilmu yang dilandasi nilai-nilai keislaman dapat hidup dan bekerja nyata di tengah masyarakat.

Melalui praktik dzikir dan meditasi, para mahasiswa dan peserta sama-sama belajar bahwa keseimbangan jiwa bukan hanya dicapai melalui teori, melainkan melalui pengalaman batin yang sungguh-sungguh. Di tengah dunia yang semakin individualistik, kegiatan sederhana ini menjadi pengingat lembut bahwa memahami dan merasakan perasaan orang lain adalah bentuk ibadah yang paling manusiawi. Ngrasakke Rasane Liyan pun bukan sekadar tema kegiatan, melainkan seruan untuk kembali pada hakikat kemanusiaan yang penuh cinta dan empati.  Informasi lebih lanjut mengenai Program Studi Psikologi Islam UIN Raden Mas Said Surakarta dapat diakses melalui akun resmi Instagram di pi.uinsurakarta.  (Rafindra, dkk*)

Praktikum Psikoterapi Islam: Mahasiswa Psikologi Islam UIN Raden Mas Said Surakarta Ajak Ibu PKK “Ngrasakke Rasane Liyan” Lewat Dzikir dan Meditasi Psikospiritual