PENGALAMAN BERAGAMA DI NEGERI PANCASILA

Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai banyak bahasa,budaya, suku , kepercayaan dan semua itu di satukan oleh Pancasila sebagai pendoman bagi warga negara Indonesia dengan semboyannya adalah “Bhineka Tunggal Ika” yang mempunyai arti meskipun berbeda – beda tetapi tetap satu jua. Dan dengan memberikan peraturan – peraturan atau hukum serta undang – undang untuk mengatur warga negara agar tetap hidup rukun berdampingan. Sebagai ideologi negara, Pancasila menjamin dan memberikan kebebasan kepada rakyat Indonesia, sehingga aturan tersebut akan mengikat rakyat Indonesia untuk saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Nila-nilai luhur dari agama (termasuk dan terutama Islam) dan budaya yang terintegrasi dalam ideologi negara telah menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang relatif kokoh. Kokohnya ideologi Pancasila telah terbukti dengan daya tahannya yang tinggi terhadap segala gangguan dan ancaman dari waktu ke waktu, sehingga sampai saat ini tetap eksis sebagai falsafah dan landasan serta sumber dari segala sumber hukum bagi negara-bangsa Indonesia.

Begitu juga dengan pengalaman yang pernah saya alami, saya dan keluarga saya beraliran Islam yang mungkin minoritas, bahkan di desa saya hanya keluarga saya yang menganut aliran itu. Para masyarakat disekitar saya masih banyak yang mempercayai adat jawa, atau biasa disebut kejawen. Tapi walaupun keluarga saya menganut aliran yang minoritas, para masyarakat di sekitar saya tetap menghargai perbedaan tersebut. Disitu saya melihat bahwa masyarakat disekitar saya itu bersifat terbuka terhadap perubahan. Pada saat itu keluarga saya mempunyai sebuah inisiatif untuk membangun sebuah masjid ditanah kosong milik orang tua saya didekat rumah, tapi ternyata setelah material dipersiapkan dan tinggal memulai pembangunan, ada tetangga saya yang ternyata beraliran tertentu, juga ingin membangun masjid, akhirnya pada saat itu seluruh warga dikumpulkan untuk membahas rencana pembangunan yang berbenturan tersebut. Sebenarnya dari pihak bapak saya sudah ikhlas kalau dibangun 2 masjid, tapi dari tetangga saya kekeh dan tidak mau diganggu untuk pembangunan masidnya 1 saja. Akhinya bapak saya mengalah dan membatalkan rencana itu. Tapi setelah dibangun masjid itu juga tidak berpengaruh bagi keluarga saya, keluarga saya masih hidup damai dan tidak dikucilkan walaupun menganut aliran Islam yang minoritas. Disitu saya belajar bahwa perbedaan itu tidak menjadi batas, tapi yang terpenting bagi saya yaitu tetap berbuat baik pada masyarakat sekitar, apapun alirannya. Kebaikan akan selalu dibalas kebaikan, itu yang dirasakan oleh keluarga saya.

Untuk itu, sikap toleransi perlu ditangguhkan dalam diri setiap warga Negara Indonesia, karena sikap toleransi adalah suatu sikap atau perilaku manusia yang tidak menyimpang dari aturan, di mana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Sikap toleransi sangat perlu dikembangkan karena manusia adalah makhluk sosial dan akan Selain itu dengan adanya toleransi antara pemeluk agama juga dapat mewujudkan masyarakat yang religius. Keindahan masyarakat yang religius, tercermin dari adanya kerjasama antar sesama golongan dalam masyarakat itu sendiri. Masyarakat Islam di Jawa sendiri sangat terkenal dengan sikap toleransi yang dijunjung tinggi seperti sikap Tepa Slira yang mengajarkan untuk selalu mengukur segala tindakan dengan mengandaikan diri sendiri sebagai patokannya.

Kerukunan beragama menunjukkan kondisi positif dari interaksi antar pemeluk agama. Interaksi antar umat beragama mencerminkan bagaimana agama difungsionalkan dalam konteks sosial. Dalam proses sosial ini, maka kondisi damai dan konflik bagaikan dua sisi mata uang dalam kehidupan manusia. Manusia berhubungan dengan pihak lain dapat berelasi secara asosiatif, tetapi dapat juga dissosiatif. Interaksi yang assosiatif adalah hubungan sosial dalam masyarakat terwujud dari adanya kehendak rasional antar elemen masyarakat, dalam pengertian segala hal yang disepakati bersama dan tidak bertentangan dengan norma dan nilai sosial yang berlaku. Proses ini mengarah pada semakin kuatnya ikatan antara pihak-pihak yang berhubungan. Di sisi lain, interaksi dissosiatif merupakan bentuk hubungan sosial yang mengarah pada perpecahan atau merenggangnya hubungan sosial antarpihak yang saling berhubungan. Proses ini dapat berbentuk persaingan, kontravensi, maupun pertentangan. Keadaan yang seperti ini bisa menimbulkan sikap intoleran yang mengancam kerukunan umat, walaupun itu hanya ibarat angin lalu. Karena kita saat ini hidup di era yang serba modern, sudah semestinya kita bisa menyesuaikan dengan perkembangan jaman. Saat ini, intoleransi di Indonesia masih terus menguat. Berbagai organisasi radikal terus bermunculan. Meski pemerintah telah memutuskan, akan membubarkan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), tidak bisa menghentikan praktek intoleransi dan radikalisme. Masih banyak organisasi radikal lain, yang bisa kita temukan. Karena itulah, intoleransi dan radikalisme masih menjadi ancaman serius bagi negeri ini.

Toleransi bukan kewajiban satu kelompok akan tetapi semua orang. Toleransi bukan kewajiban satu agama tetapi semua umat beragama. Ini menjadi suatu tantangan bagi kaum milenial Indonesia saat ini. Sebagai generasi penerus bangsa, anak muda harus mampu menjadi agen penebar toleransi. Anak muda tidak harus hanya menjadi generasi yang kreatif dan inovatif, tapi juga generasi yang ramah. Ramah kepada siapa saja tanpa harus mempermasalahkan perbedaan latarbelakang dan keyakinan. Karena memang itulah, yang menjadi karakter masyarakat Indonesia. Ramah, suka menolong, saling menghormati dan tidak pernah menebarkan kebencian kepada orang lain. Sebagai generasi penerus, pemuda harus menjadi generasi toleran demi terciptanya kerukunan antar umat. Pemuda seharusnya mampu menjadi tampuk perubahan sosial dan pemuda harusnya jadi penetrasi konflik diantara keberagaman konflik yang terjadi antar umat beragama di negara kita ini. Era milenial yang trend saat ini dengan kecanggihan teknologi harusnya mampu mengubah tantangan dan peran mereka, jika dulu pemuda berperan sebagai pelopor kemerdekaan. Pemuda era milenial harusnya bervolusi menjadi agen perubahan dalam menghadapi tantangan toleransi.

Untuk itu saya mengajak kaum muda Indonesia sebagai orang yang memiliki peran penting dalam membawa negeri ini dimasa depan, marilah kita membangun interaksi yang baik dan intensif. Mari kita tumbuh kembangkan lagi sikap toleransi di dalam diri dan lingkungan kita agar kebhinekaan terjalin erat kembali dalam diri dan negara yang kita cintai ini.

PREFERENSI MAKANAN TERHADAP KEMUNGKINAN PENYAKIT YANG TERJADI DIMASA MENDATANG

Perubahan era seperti saat ini juga berpengaruh kepada gaya hidup masyarakat yang gemar mengkonsumsi makanan cepat saji yang memiliki kadar kalori tinggi,mengandung penyedap rasa,pewarna, dan pengawet makanan. Hal tersebut yang menyebabkan kenaikan daftar orang obesitas di negara berkembang. Makanan yang tidak sehat, tinggi kalori, dan tinggi lemak adalah faktor penting dalam kontribusinya.

Pemilihan makanan selalu berubah setiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumen memberikan tanggapan yang positif dan merasa senang karena pilihan makanan semakin bervariasi.Mereka bisa memilih makanan yang mereka sukai. Hal ini berpengaruh kepada jenis makanan yang dikonsumsi saat diet berdasarkan apa yang disukai saja.

Konsumen yang hanya memilih makanan diet berdasarkan preferensi mereka saja tanpa memperhatikan kadar nutrisi yang dibutuhkan malah akan memunculkan penyakit bagi dirinya sendiri,seperti aterosklerosis, obesitas, diabetes, hipertensi, dan osteoporosis. Kemungkinan terjadinya penyakit tersebut dapat dicegah dengan menerapkan pola diet yang baik.

Diet baik yang dimaksud adalah diet yang memperhatikan kadar nutrisi yang diperlukan oleh tubuh. Kebutuhan nutrisi untuk setiap orang pun berbeda-beda berdasarkan kondisi tubuh masing-masing. Biasanya kebutuhan gizi tergantung pada faktor usia, jenis kelamin, tingkat aktivitas fisik, berat badan, dan tinggi badan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa, penerapan gaya hidup sehat dengan memilih makanan dengan nutrisi seimbang dapat mencegah terjadinya penyakit di masa datang. Sehat itu mahal harganya,maka lebih baik kita merawat daripada mengobati . Tubuh yang sehat dapat menghasilkan sumber daya manusia yang lebih produktif. Oleh karena itu, pola hidup sehat perlu digerakkan kembali mengingat semakin banyaknya makanan instan yang beredar dipasaran semakin bervariasi.

PSIKOLOGIS BANGSAKU TERPASUNG WESTERNISASI

Dalam era mileneal sekarang ini, sudah tidak asing berbicara tentang westernisasi. Westernisasi sendiri menurut Samuel P. Huntington adalah proses di dalam masyarakat yang mengikuti segala bentuk gaya hidup bangsa barat. Mulai dari sikap individualis, menganggap bahwa budaya asing lebih baik daripada budaya asli Indonesia, perubahan konsumsi jenis makanan dan minuman, pergaulan bebas, gaya berpakaian dan warna rambut.

Semua yang berbau westernisasi dikalangan masyarakat sudah merajalela. Mulai dari muda sampai tua pasti mengikuti gaya hidup seperti itu, sadar atau tidak. Banyak nya pro kontra di masyarakat akan dampak dari westernisasi. Dampak dari hal ini memang cukup merubah perilaku dalam masyarakat. Masyarakat sekarang lebih individualis, lunturnya sikap gotong royong, dan banyak kasus seks bebas. Itu tadi bila ditinjau dari sisi negatif nya. Ditinjau dari sisi positifnya juga banyak mulai dari kemajuan teknologi semakin mempermudah hidup yang lebih efektif dan produktif selain itu macam-macam lapangan pekerjaan semakin banyak.

Banyaknya pro kontra terhadap dampak dari westernisasi juga diikuti dengan pengaruh psikologi dari dampak tersebut. Pengaruh psikologi di sini lebih ditekankan pada kesehatan mental para generasi sekarang. Sebelum menjelaskan tentang hal tersebut, kita akan sedikit menjelaskan tentang bagaiamana generasi mileneal bisa terpengaruh dengan gaya hidup seperti itu ditinjau dari sisi psikologi. Mereka terpengaruh karena belajar dari apa yang mereka lihat, dengar, dan rasakan. Belajar adalah perubahan sistematis dan relatif permanen pada perilaku yang terjadi melalui pengalaman (Laura A. King, 2016:228). Dalam proses belajar ini ada 3 cara menurut Laura yaitu pengkondisian klasik, pengkondisian operan, dan belajar observasional. Dalam kasus ini, akan dijelaskan dengan model belajar observasional.

Menurut Bandura (dalam Laura A. King, 2016 : 253) ada empat proses utama yang terlibat dalam pembelajaran observasional yaitu atensi, retensi, reproduksi motorik, dan penguatan. Pertama atensi, yaitu kita melihat dan memperhatikan lingkungan dan juga apa yang kita tonton setiap waktu. Kemudian retensi, yaitu kita mengingat apa saja yang pernah kita lihat dan memasukkannya ke dalam memori seperti halnya ketika kita menyimpulkan sesuatu. Selanjutnya reproduksi motorik, yaitu kita meniru perilaku model. Model disini adalah apapun hal yang kita ingat dan ingin kita tiru, contohnya kita melihat gaya busana Selena Gomez dan kita mengingat bagaimana gaya busananya kemudian kita mengikuti gaya busananya. Karena kita tertarik dan ingin melihat apakah ada konsenkuensinya. Kemudian kita melihat ada konsenkuensi dari gaya berpakaian Selena yaitu dia menjadi selebgram karena gaya berpakaiannya sehingga kita akan meniru nya berulang kali. Itu tadi adalah elemen terkahir dari proses belajar observasional yaitu penguatan.

Belajar observasional dapat menjadi peran penting dalam menginspirasi seseorang. Apakah seseorang yang kita tiru bisa menjadi inspirator dalam kebaikan sehingga kita bisa mengubah persepsi kita. Contohnya dalam kasus Merry Riana yaitu dia menjadi salah satu model peran dalam pebisnis muda dan mendapatkan uang satu juta dollar pertamanya pada usia 26 tahun pada tahun 20063. Sehingga memicu semangat para generasi mileneal untuk menjadi pebisnis yang sukses. Contoh nya generasi millennial sekarang yang sukses di usia muda yaitu Syafii Effendi, Adamas Belva Syah Devara, Nadiem Anwar Makarim, dan masih banyak lagi.

Lalu, apa kaitan kesehatan mental dengan westernisasi ini? Mau tidak mau mental kita seperti terpasung dengan westernisasi. Kemanapun kita pergi, kita makan, kita berbelanja, kita tonton selalu terikat dengan westernisasi. Contonya ketika kita pergi, banyak sekali kita melihat gaya berpakaian orang-orang seperti bangsa barat. Lalu, kita juga makan- makanan junk food kemudian minum-minuman berakohol. Ketika berbelanja pakaian atau apapun pasti kita lebih percaya diri ketika membeli barang yang bermerk luar negeri. Itulah salah satu contoh mental anak bangsa yang terjajah. Padahal banyak sekali anak muda yang berprestasi dan produktif tetapi banyak dari pemuda seperti itu masih dikalahkan dengan pemuda yang konsumtif. Apalagi mereka konsumtif terhadap produk luar bukan produk dalam negeri.

Gangguan mental pada generasi sekarang yang banyak terjadi adalah stres dan depresi. Gangguan mental tersebut terjadi karena kurang puasnya mereka akan hidup yang dijalani ditambah dengan tekanan dari lingkungan sekitar. Semisal, di sekolah nya mayoritas anak-anak orang kaya kemudian ada anak orang miskin yang selalu di bully karena berpakaian lusuh, tidak mempunyai gadget yang bagus dan yang lainnya. Apabila mental anak tersebut tidak baik maka bisa memunculkan stres karena tidak bisa mendapatkan apa yang anak lainnya dapatkan karena kondisi ekonomi ditambah dengan perilaku buruk dari teman-temannya. Stres yang berlarut- larut bisa mengakibatkan depresi kemudian dia bisa bunuh diri. Karena stres dan depresi tidak bisa dianggap hal sepele. Jadi, apabila ada orang yang depresi jangan dianggap gila dan dijauhi karena sebenarnya mereka memerlukan bantuan dan semangat dari orang-orang terdekatnya.Westernisasi mengakibatkan orang-orang lebih individualisme seperti ketika berkumpul bersama teman-teman kita lebih asik bermain gadget masing-masing. Lalu, apakah tujuan dari berkumpul tersebut apabila semuanya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Memang sulit untuk jauh dari gadget tapi bukan berarti tidak mungkin. Padahal dengan berkumpul dan berbicara dengan teman-teman bisa meningkatkan rasa emosional kita sehingga akan menguatkan rasa simpati dan empati terhadap teman

Diharapakan generasi sekarang mempunyai mental yang kuat, perilaku yang baik, sehingga akan memunculkan generasi-generasi berkualitas. Apa gunanya pintar tetapi tidak bisa menjaga kestabilan emosi nya ketika di kritik untuk menjadi lebih baik lagi. Karena dengan mental yang sehat dan kuat akan menjadikan manusia yang tahan banting, tidak menyerah, bisa mengikuti dan beradaptasi dengan dunia yang keras ini. Dimanapun dan kapanpun kita tidak bisa lepas dari yang namanya weternisasi. Jadi, diharapkan bisa menyaring pengaruh baik westernisasi dan mengembangkan pengaruh baik itu sehingga berguna bagi umat manusia.

DAFTAR PUSTAKA

.Jadi.Miliarder.di.Usia.Muda?page=all

King, Laura A., 2016.Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiasif. Jakarta : Salemba Humanika.

PEMBELAJARAN AL-QUR’AN DI MA’HAD UNTUK MENGANTISIPASI RADIKALISME DAN EKSTRIMISME AGAMA

Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki pulau sebanyak 17.504. Pulau-pulau ini terdiri atas 5 pulau besar dan ribuan pulau kecil. Selain memiliki wilayah yang luas, Indonesia juga memiliki jumlah penduduk terbesar nomer 4 di dunia setelah Amerika Serikat. Dari hal tersebut, Indonesia rentan dengan adanya radikalisme.

Semboyan bangsa Indonesia sendiri yakni, Bhinneka Tunggal Ika” yang mempunyai arti meskipun berbeda – beda tetapi tetap satu jua. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan SARA. Setidaknya, bangsa Indonesia memiliki 1.340 sukudengan 6 agama yang telahdiakuiolehnegara, yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindhu, Budha, dan Kong Hu Cu. Ras di Indonesia digolongkan menjadi 4 yaitu, golonganMelayu Mongoloid, Weddoid, Negroid, dan Papua Melanesoid. Dengan adanya banyak ras, maka bahasa yang digunakanpun berbeda – beda. Perbedaan inilah yang disebut sebagai keragaman.

Dalam keragaman inilah diperlukan toleransi antar umat beragama. Toleransi sendiri adalah suatu sikap saling menghormati dan menghargai antar kelompok atau antar individu. Lawan dari toleransi yakni, ekstrimitas yang artinya perbuatan yang melewati batas dan cenderung tidak mau menerima perbedaan. Akhir – akhir ini di Indonesia sedang terjadi radikalisme-ekstrimisme yang dilakukan oleh beberapa kelompok terhadap suatu agama. Radikalisme sendiri adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Hal – hal seperti itu dapat menimbulkan konflik antar umat beragama.

Adanya radikalisme-ekstrimisme sendiri dipicu dari golongan agama garis keras yang ingin menegakkan negara Islam dan memunculkan kembali masa kepemimpinan khalifah. Menurut mereka, orang yang beragama selain Islam adalah orang kafir yang harus diperangi dan dibunuh. Padahal pada zaman Rasulullah, adanya perang antar umat Islam dan kafir adalah perintah dari Allah bukan karena keinginan Rasulullah maupun kebencian Rasulullah terhadap orang kafir. Nyatanya, Rasulullah bidup dalam kemajemukan suku dan agama di Madinah, namun dapat membangun kehidupan yang harmonis antar suku dan agama yang dituangkan dalam Piagam Madinah. Dari sejarah itu, kita bisa mengetahui bahwa Rasulullah sudah mencontohkan sikap toleransi antar umat beragama.

Sikap toleransi adalah cerminan dari moral bangsa. Pengertian moral menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagianya; akhlak; budi pekerti; susila. Dengan adanya moral bangsa maka, masyarakat Indonesia akan menjadi pribadi dengan tingkah laku yang baik.

Agama islam merupakan rahmatan lil ‘alamin yang berarti agama yang memberikan rahmat untuk alam. Berarti sudah jelas bahwa agama Islam itu adalah rahmat untuk seluruh makhluk yang ada di alam ini, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa, baik yang berakal maupun yang tidak. Karena itu, Allah selalu menciptakan makhluknya disertai dengan manfaatnya.

Dalam konsep “Trilogi Ukhuwah” yang diperkenalkan oleh tokoh NU, K.H. Ahmad Shiddiq (1926-1991) ada ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariyah. Dari trilogi ukhuwah, ada ukhuwah wathaniyah yang berarti persaudaraan dalam ikatan kebangsaan. Jadi,

ukhuwah wathaniyah adalah persaudaraan antar seluruh masyarakat yeng terdiri dari berbagai macam agama, suku, budaya, dan bahasa.

Allah menciptakan perbedaan pada setiap makhluk bukan tanpa alasan, karena dari perbedaan itulah kita akan saling mengenal dan belajar menghargai perbedaan yang ada. Dalam surat Al-Hujurat ayat 13 “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kamudia Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti”

Orang – orang yang radikal terhadap agama berarti tidak memahami ayat Al- Quran surat Al-Ma’idah ayat 8 “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adilah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan” di surat tersebut sudah dijelaskan meskipun kita berbeda agama atau kaum kita tidak boleh membencinya apalagi sampai membunuh orang yang berbeda agama seperti peristiwa teror bom bunuh diri di Surabaya pada tanggal 13 Mei 2018 silam.

Dengan adanya radikalisme-ekstrimisme, peran ma’had atau yang iasa disebut pondok pesantren sangat dibutuhkan di tengah-tengah zaman seperti ini. Ma’had merupakan salah satu cara pertahanan dari paham fenimisme agama karena disinilah para santri akan belajar tentang akhlakul karimah khususnya toleransi antar teman yang berbeda suku maupun bahasa. Tonggak yang paling penting untuk menghadapi problema seperti ini adalah moral yang harus di tanamkan dalam diri setiap manusia. Moral dan karakter yang baik mampu membentengi diri sendiri dari faham fenimisme.

Di dalam pesantren, kita akan mempelajari makna dari al-qur’an karena dengan memaknai al-qur’an maka dapat dipastikan isi dari kitab tersebut dapat di terapkan. Apa gunanya menghafal al-qur’an kalau tidak tau isi dari kandungan Al-Qur’an tersebut? Sungguh ironis orang yang hanya menghafal dan mengetahui artinya saja tanpa memahami arti dari ayat al- quran. Inilah yang menyebabkan munculnya radikalisme agama karena mereka hanya hafal al-qur’an dan terjemahannya saja tanpa memahami makna yang terkandung atau mereka hanya memahami Al-Quran sepotong – sepotong, sehingga pemahaman tentang Islam yang terbentuk tidak sempurna. Al-qur’an itu dipelajari oleh santri dan para santrilah yang akan menyebarkan maknanya kepada masyarakat.

Sebelumnya, sudah disebutkan bahwa para santri yang belajar di pondok pesantren akan belajar tentang aklakul karimah atau yang biasa kita sebut sebagai akhlak yang baik. Contohnya sewaktu belajar di pondok pesantren modern, selain belajar pelajaran formal seperti matematika, ilmu pengetahuan alam, dan yang lainnya, disekolah juga akan belajar tentang agama dari kitab kuning dan Al-Quran. Setelah di sekolah dibekali dengan pelajaran fomal dan pelajaran non formal, para pelajar yang pulang ke asrama akan melanjutkan pelajaran non formal nya khususnya membaca Al- Qur’an. Membaca Al-Quran tentu bukan sekedar mengeja huruf per huruf sesui kaidah tajwid yang benar, namun akan diupayakan memahaminya dengan seksama dan hati-hati, mendasar pada tafsir para ulama. Setelah membaca dan memahaminya dengan baik dan benar, maka diharapkan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik secara vertikal, yaitu dalam konteks ibadah kepada Allah, maupun secara horizontal, dalam berhubungan terhadap sesama makhluk.

Maka tidak heran para santri yang belajar dima’had tidak hanya faham pelajaran formal saja tetapi juga faham dari segi agama dan tingkah laku yang baik. Karena diharapkan para santri yang sudah lulus dari pondok pesantren bisa mengamalkan ilmunya baik pada diri sendiri maupun masyarakat.

Sesungguhnya para santri yang memahami Al-Quran secara utuh dengan bantuan para kyai dan ustadz ustadzah dari pesantren akan lebih menoleransi perbedaan agama yang ada di Indonesia. “Untukmu agamamu dan untukku agamaku.” dijelaskan pada surat Al-Kafirun ayat 6 bahwa kita tidak boleh mencampuri urusan agama lain dengan kata lain kita harus bisa menoleransi perbedaan agama yang ada karena kita berada di Indonesia yang agamanya beragam ini. Dari situlah, keberadaan ma’had sebagai kunci pembuka pengajaran Al-Quran sangat dibutuhkan untuk membentuk moral bangsa dan mengantisipasi radikalisme-ektrimisme agama.

DAFTAR PUSTAKA

https://blog.ruangguru.com/mengenal-ras-dan-suku-bangsa-di- indonesia

http://www.nu.or.id/post/read/75101/trilogi-ukhuwah-fondasi- pembangunan-indonesia

BELAJAR DARI [DI] RUMAH: “SOLUSI ATAU PELARIAN” ?

Institusi pendidikan dinilai sebagai salah satu sektor yang cepat menanggapi    gelombang  penyebaran   Covid-19. Institusi pendidikan membuat reaksi cepat karena dinilai potensial meningkatkan penyebaran. Sekolah dan Perguruan Tinggi ditutup untuk sementara. Menteri pendidikan dan kebudayaan menetapkan kebijakan sistem belajar dari rumah. Belajar dari rumah membuat slogan merdeka belajar semakin terlihat.

Apa yang dimaksud merdeka belajar dalam konteks belajar dari rumah? berdasarkan fenomena dan kesan umum yang ada, proses belajar justru diluar kendali. Belajar dari rumah untuk konteks SD-SMA adalah seperti liburan, sedangkan untuk konteks perguruan tinggi kebijakan belajar dari rumah ditopang dengan optimalisasi penggunaan sarana teknologi komunikasi. Teknologi yang dimanfaatkan dalam perkuliahan seperti e- learning dan aplikasi video-conference.

Selama pandemi, pendidikan terasa mengalami adanya leap terhitung sejak awal bulan Februari 2020. Setelah adanya intruksi dari pemerintah untuk belajar dan bekerja dari rumah yang membuat situasi menjadi berbeda dengan sebelumnya. Dengan terjadinya fenomena ini teknologi menjadi penguasa yang membius mata masyarakat. Serba-serbi kehidupan dihiasi oleh dunia online. Akan tetapi, fenomena di lapangan mengafirmasi terdapat beberapa kendala yang terjadi.

Hal ini disebabkan oleh ‘dosa’ masa lalu proses pendidikan Indonesia, masih menjadi momok mematikan bagi proses pembelajaran daring. Kita perlu menyadari bahwa tidak semua mahasiswa berasal dari keluarga kelas menengah ke atas (Ningsih, 2020). Tidak semua pengajar dan mahasiswa menikmati proses ‘milenial’ ini. Tidak semua mereka memiliki gawai dan laptop, ada yang punya tapi susah mendapatkan internet. Bahkan didaerah tertentu susah mendapatkan jaringan internet.

Lalu, seberapa efektif model pembelajaran online ini berpengaruh terhadap proses belajar para peserta didik atau mahasiswa? Dari fenomena yang ada, intensitas ketertarikan mengikuti kuliah online sangat kecil, perihal kehadiran (present) dirasa hanya sebuah formalitas, padahal kehadiran merupakan salah satu tolok ukur dalam membantu proses internalisasi pendidikan dalam kegiatan pembelajaran.

Penulis melihat, sistem perkuliahan daring di tengah pandemi ini adalah solusi dan juga pelarian. Mengapa demikian? Dapat dikatakan solusi jika pihak perguruan tinggi telah memberikan input dan praktik skill dalam penetrasi berbagai fasilitas, seperti ‘e-learning’. Pemantapan dalam soal fasilitas dan skill para pengajar menjadi salah satu hal penting dalam perkuliahan daring.

Sementara dikatakan sebagai pelarian jika proses perkuliahan yang terjadi dalam kebingungan, entah karena sarana maupun skill yang dimiliki yang tidak sesuai. Hal ini diafirmasi oleh banyaknya keluhan dari mahasiswa, perkuliahan online hanya menjadi judul belaka. Banyak dosen kebingugan, dalam waktu singkat harus mempelajari macam-macam sarana perkuliahan daring.

Hal tersebut dikarenakan tuntutan segera melanjutkan proses pembelajaran, metode ralat dan (trial and error) terpaksa diterapkan, dan yang terjadi pengajar selalu memberikan tugas online dalam setiap kali pembelajarannya, karena itu mungkin dianggap mampu ‘memaksa’ mahasiswa untuk membaca atau mencari materi. Beberapa mahasiswa juga merasa seperti tak ada hal yang dipelajari selama semester tersebut, perkuliahan hanya seputar tugas dan tugas.

Perkuliahan di tengah pandemi Covid-19 sering dikatakan sebagai kurikulum darurat. Kurikulum ini bisa disebut babak baru dalam system pendidikan di Indonesia. Ketersediaan software (piranti lunak), website, akses internet, listrik, gawai, dan computer menjadi ciri khas implementasi model ini ((ED), Unleased). Karakteristik proses pendidikan abad ke-21 menemui tantangan dan juga mendatangkan hal atau peluang baru. Gejala ini hadi sebagai konsekuesi berkembangnya IPTEK.

Reformasi pendidikan yang berasal dari pengembangan kurikulum virtual akan berdampak pada terciptanya system pendidikan dengan gaya baru. Lyn Haas menegaskan bahwa pendidikan itu harus bersifat demokratis, yakni; pendidikan untuk semua (Rosyada, 2004). Hal ini senada dalam yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) bahwa “semua warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”, maka semua mahasiswa dan pengajar seharusnya memperoleh perlakuan yang sama.

References

(ED), U. S. (Unleased). The Internet of Thinks. Industrie 4.0, 31-33.

Ningsih, H. (2020, Juli). Anak-anak kelas bawah terkendala. Kompas, Edisi Senin, 5.

Rosyada, D. (2004). Paradigma pendidikan demokratis. Jakarta: Kencana.